{[['']]}
Film ini mengambil ilham dari
sebuah novel karya Ichikawa
Takuji. Novel tersebut berjudul
Renai Shashin – Mouhitotsu no
Monogatari (Romance Picture –
The Other Story). Ichikawa sendiri
terinspirasi oleh film yang
berjudul Renai Shashin (2003).
Sebuah film yang layak tonton.
Selain kisahnya yang haru biru,
berbagai karya fotografi juga
mewarnai apiknya film ini.
Ditingkahi sebuah lagu tema,
komplet sudah, film ini memang
benar-benar berkesan.
Film ini beralur flashback. Jika dirangkai sejak awal, cerita bermula dari pertemuan Makoto Segawa (Tamaki Hiroshi) dengan Satonaka Shizuru (Miyazaki Aoi). Keduanya adalah mahasiswa sebuah universitas. Makoto punya hobi jepret-jepret kamera. Makoto adalah seorang pemuda pemalu. Namun sebenarnya memendam bakat besar.
Sedangkan Shizuru adalah gadis yang mengidap penyakit langka. Hormon pertumbuhannya tak normal, sehingga dia terlihat masih seperti anak-anak. Setelan yang dia pakai itu-itu juga: celana congklang di atas mata kaki, kaus kodok, serta kaus dalaman lengan panjang, ditambah kacamata besar. Miyazaki begitu tepat melakoni peran ini. Wajahnya manis, imut, lucu, dan kebocah-bocahan, serta berpotongan rambut bob seleher dengan poni di depan.
Hubungan pertemanan mereka makin berlanjut dekat. Makoto selalu mengajak Shizuru masuk sebuah hutan. Sebenarnya hutan tersebut terlarang untuk dimasuki. Namun mereka nekat saja. Maklum, Makoto tak pernah bisa menuntaskan hasrat fotografinya. Wajar saja, lantaran isi rimba tersebut indah nian. Tak puas-puasnya Makoto menembak lebatnya hijau pepohonan (plenty of green), luasnya danau nan tenang, air kali yang bergericik mengalir tertimpal batu dasar sungai yang dangkal, serta burung-burung yang gampang-gampang susah dipotret. Rupanya Shizuru menaruh hati kepada Makoto. Dia pun minta diajari fotografi. Karya-karya Shizuru pun tak kalah cantiknya. Di mata orang lain, Shizuru nampak aneh. Kekanak-kanakan dan ganjil (weirdo).
Hanya Makoto yang rela menemaninya setiap hari. Hubungan keduanya mulai merenggang dengan masuknya tokoh Fujiyama Miyuki (Kuroki Meisa). Miyuki adalah gadis yang cantik, menarik, begitu mature, lembut, pendek kata sempurna di mata kaum Adam. Miyuki kuliah satu kampus dengan mereka. Makoto naksir Miyuki – meskipun mereka tak pernah jadian. Karena Miyuki tahu, sebenarnya Makoto hanya tepat bagi Shizuru.
Shizuru pun sadar, kalau dirinya penuh kekurangan. Fisiknya bagai anak kecil, tiada lekuk yang menarik. Namun dia selalu berujar, satu saat dia bakal berubah menjadi perempuan dewasa. Menjadi sosok yang cantik menarik dan tak terlupakan oleh seseorang yang mencintainya. Sebenarnya perkataan itu dia tujukan kepada Makoto. Hanya, Makoto menanggapinya sambil lalu.
Satu hari, Shizuru meminta kado ulang tahun. Dia minta dicium Makoto. Dengan alasan, untuk diabadikan sebagai foto, untuk sebuah kompetisi. Makoto pun menyanggupinya. Makoto tak sadar, itulah hari terakhir dia bertatap muka dengan Shizuru. Film ini punya banyak nilai lebih. Para pemainnya benar-benar orang Jepang, tak seperti film kita yang padat disesaki oleh artis berwajah bule atau blasteran. Pun, jalan ceritanya mengalir terasa nyata (meskipun fiksi), tak seperti kisah layar lebar kita, yang acapkali menyuguhkan cerita yang tak masuk akal serta melecehkan akal sehat.
Tak ada Miyuki yang dengki atau perebut pria lain; tak ada Shizuru yang bagai anak kecil nan licik dan jahat; tiada pula kawan- kawan kampus yang overacting meledek kekurangan Shizuru secara berlebihan; dus, tak satupun kekayaan materi yang telanjang diumbar. Semuanya berjalan natural dan makin menambah daya pikat.
Film ini beralur flashback. Jika dirangkai sejak awal, cerita bermula dari pertemuan Makoto Segawa (Tamaki Hiroshi) dengan Satonaka Shizuru (Miyazaki Aoi). Keduanya adalah mahasiswa sebuah universitas. Makoto punya hobi jepret-jepret kamera. Makoto adalah seorang pemuda pemalu. Namun sebenarnya memendam bakat besar.
Sedangkan Shizuru adalah gadis yang mengidap penyakit langka. Hormon pertumbuhannya tak normal, sehingga dia terlihat masih seperti anak-anak. Setelan yang dia pakai itu-itu juga: celana congklang di atas mata kaki, kaus kodok, serta kaus dalaman lengan panjang, ditambah kacamata besar. Miyazaki begitu tepat melakoni peran ini. Wajahnya manis, imut, lucu, dan kebocah-bocahan, serta berpotongan rambut bob seleher dengan poni di depan.
Hubungan pertemanan mereka makin berlanjut dekat. Makoto selalu mengajak Shizuru masuk sebuah hutan. Sebenarnya hutan tersebut terlarang untuk dimasuki. Namun mereka nekat saja. Maklum, Makoto tak pernah bisa menuntaskan hasrat fotografinya. Wajar saja, lantaran isi rimba tersebut indah nian. Tak puas-puasnya Makoto menembak lebatnya hijau pepohonan (plenty of green), luasnya danau nan tenang, air kali yang bergericik mengalir tertimpal batu dasar sungai yang dangkal, serta burung-burung yang gampang-gampang susah dipotret. Rupanya Shizuru menaruh hati kepada Makoto. Dia pun minta diajari fotografi. Karya-karya Shizuru pun tak kalah cantiknya. Di mata orang lain, Shizuru nampak aneh. Kekanak-kanakan dan ganjil (weirdo).
Hanya Makoto yang rela menemaninya setiap hari. Hubungan keduanya mulai merenggang dengan masuknya tokoh Fujiyama Miyuki (Kuroki Meisa). Miyuki adalah gadis yang cantik, menarik, begitu mature, lembut, pendek kata sempurna di mata kaum Adam. Miyuki kuliah satu kampus dengan mereka. Makoto naksir Miyuki – meskipun mereka tak pernah jadian. Karena Miyuki tahu, sebenarnya Makoto hanya tepat bagi Shizuru.
Shizuru pun sadar, kalau dirinya penuh kekurangan. Fisiknya bagai anak kecil, tiada lekuk yang menarik. Namun dia selalu berujar, satu saat dia bakal berubah menjadi perempuan dewasa. Menjadi sosok yang cantik menarik dan tak terlupakan oleh seseorang yang mencintainya. Sebenarnya perkataan itu dia tujukan kepada Makoto. Hanya, Makoto menanggapinya sambil lalu.
Satu hari, Shizuru meminta kado ulang tahun. Dia minta dicium Makoto. Dengan alasan, untuk diabadikan sebagai foto, untuk sebuah kompetisi. Makoto pun menyanggupinya. Makoto tak sadar, itulah hari terakhir dia bertatap muka dengan Shizuru. Film ini punya banyak nilai lebih. Para pemainnya benar-benar orang Jepang, tak seperti film kita yang padat disesaki oleh artis berwajah bule atau blasteran. Pun, jalan ceritanya mengalir terasa nyata (meskipun fiksi), tak seperti kisah layar lebar kita, yang acapkali menyuguhkan cerita yang tak masuk akal serta melecehkan akal sehat.
Tak ada Miyuki yang dengki atau perebut pria lain; tak ada Shizuru yang bagai anak kecil nan licik dan jahat; tiada pula kawan- kawan kampus yang overacting meledek kekurangan Shizuru secara berlebihan; dus, tak satupun kekayaan materi yang telanjang diumbar. Semuanya berjalan natural dan makin menambah daya pikat.
CLICK HERE - PART 1
CLICK HERE - PART 2
SUBTITLE
CLICK HERE
Posting Komentar